Rabu, 20 Juli 2011

RAKYAT, SEBAGAI POWER PERUBAHAN ATAU POPOK PENGUASA.


Nazaruddin adalah teman dekat Anas, Banyak berbuat untuk Anas untuk maju sebagai ketua umum, berposisi sebagai Bendahara Umum. Mungkinkah Nazar berkata ngawur dan yang dia ucapkan tidak mengandung kebenaran dengan posisi dia sebagai inti dari suatu organisasi yang tentu saja tahu betul sumber, alur keuangan dan situasi Partai. Ketidak beranian dia pulang dan mengungkapkan cerita yang sebenarnya kepada KPK mempunyai alasan yang juga masuk akal. Miranda Gultom yang menyuap para Anggota Dewan untuk pemilihan beliau sebagai Diputi Senior BI masih melanggang dan tersenyum dimedia sementara yang disuap berjumlah belasan kini mendekam di bui, karena apa ? Miranda dilindungi karena tahu persis permainan dana talangan Bank Century. Begitu juga Susno Duadji yang menceritakan fakta kebenaran permainan di tubuh Polri malah diproses hukum serta ditahan dan fakta yang dia ungkapkan dipeti es kan. Gayus Tambunan yang juga berkali-kali menyebutkan dan mengungkapkan fakta permainan pajak koorporasi besar, namun untuk melindungi koorporasi asing dan pejabat-pejabat keuangan yg telah menjadi pejabat negara, yang dia ungkapkan dianggap sampah dan dia hanya di cecer pada kasus yang nilainya cuma ratusan juta dan pemalsuan Paspor. Tragis ! Sekarang berani gak KPK merunut kasus Nazaruddin tanpa kehadiran Nazar karena telah ditangkapnya Rosa dan Wafid seperti halnya Kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI tanpa kehadiran Nunun karenanya adanya info dari Agus Condro yang telah lebih dulu di tangkap. Negara ini makin hancur karena terlalu suatu fakta dan kebenaran yang sebenarnya banyak terungkap pada suatu kasus besar yang dialami, Gayus, Susno Duad, Cicak Buaya dan skandal Bank Century yang menguap begitu saja dan terkesan dipeti Eskan. Kenapa ini semua bisa terjadi dan Presiden terkesan berdiam dan tak bereaksi ( kalaupun bereaksi sebatas menjaga citra tanpa tindakan tegas ) hal ini semua karena seluruh Lembaga kelengkapan Negara ini ( Partai, Presiden, Kementerian, DPR dan seluruh Institusi Hukum ) telah tersandera dengan kekotoran mereka masing-masing, bermain,berkecimpung, berkasus di lingkaran masalah yang seharusnya diberantas mereka sesuai amanat Reformasi yakni Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tidak akan ada kemauan dan ketegasan kalau diri kita kotor membersihkan yang tampak kotor, yang hanya akan ada adalah manuver untuk menutupi kekotoran diri, Kompromi dan sekongkol untuk menutupi kekotoran, merekayasa masalah untuk menghindari dari dari kekotoran, menjadikan kekotoran sebagai tameng untuk tawar menawar dengan yang juga kotor, bersandiwara dan berbohong untuk menghalau kekotoran agar dicap bersih. Masihkah kita bisa berharap dengan posisi seperti ini, negara akan mampu menaikkan mutu pendidikan, menuntaskas masalah kesehatan, membuka lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan ? " katakan tidak !" untuk Indonesia yang lebih baik. Saat ini kita hanya mendapatkan pencitraan untuk kelanggengan kekuasaan, manuver-manuver Politik dan Sandiwara Politik, kita hanya menjadi bual-bualan para politisi dan aparat penegak hukum, sementara Kesejahteraan dan Kemanusiaan yang adil dan beradap yang menjadi hak kita sebagai Perwakilan Suara Tuhan semakin tinggi di awang- awang. Perubahan bangsa ini sesungguhnya ada pada kita sebagai Rakyat namun tergantung kita apakah mau menjadi Power Perubahan kembali kepada Pancasila dan UUD'45 atau Popok Sang Penguasa.